Cerpen Pribadi - Inilah Aku


Inilah Aku - Julias Galuhk Immanuel

Yhaa, jadi ini ceritanya Horus beberapa minggu yang lalu ada tugas nulis cerpen dari Pak Dosen /sebut saja "Pak Dosen" kei? xD/ Nah, berhubung Horus yhaa pengangguran /yhaa kali pengangguran/ jadi tuh cerpen ku selipin di blog personalnya Horus - kalau mau beri 'krisar' sumangga atuh -

Inilah Aku

Karya: Julias Galuhk Immanuel

 

        Di saat yang lain bersenang-senang bermain ke sana-kemari, hanya dia seorang yang menyendiri. Entah apa yang telah terjadi padanya tidak ada yang tahu, yang mereka tahu dia hanya seorang gadis biasa. Benar-benar gadis biasa yang hanya tahu bagaimana caranya menyendiri. Terperangkap dalam heningnya kehidupan, sungguh malang nasibnya.
        Suatu ketika aku menatapnya, dia juga menatap ku lalu dia tersenyum simpul, sontak aku pun memalingkan wajah ku.
         “A-Apakah tadi dia tersenyum pada ku? Atau itu hanya perasaan ku saja?”
         “Tidak mungkin. Tidak mungkin dia tersenyum pada ku. Sungguh mustahil baginya untuk tersenyum.”
         “Tapi mungkin saja kan? Apa yang tidak mungkin di dunia ini?”
         “Argghhh, kenapa dia tersenyum? Benarkah dia tersenyum? Aku tak tahu!”
         Dia pergi meninggalkan kelas. Mungkin dia kembali menyendiri dan menikmati indahnya langit-langit. Hanya itu yang aku tahu, dia benar-benar suka menatap langit. Aku pun masih bertanya-tanya, tapi aku takut untuk menanyakannya pada teman-teman di kelas. Karena mereka semua sudah mengenalnya sebagai gadis biasa yang selalu menyendiri.
         Hari demi hari pun berlalu, aku terus saja memikirkannya. Aku selalu menatapnya berharap dia akan menatapku lagi. Aku hanya bisa menatap saja, tak berani diri ini menghampirinya. Benar-benar tak berani, rasanya seperti tertekan ratusan bahkan ribuan tapak Sang Buddha saat kuingin menghampirinya.
         “Oh Tuhan, tekanan macam apa ini?”
         “Apakah dia mempunyai kekuatan supranatural atau bagaimana?”
         “Daku hanya ingin menghampirinya saja serasa ditekan oleh Sang Buddha. Derita macam apa yang ditanggungnya sampai aku bisa begini?”
         Namun ketika diriku tengah sibuk, kumendengar rumor bahwa teman-teman melihat gadis pendiam itu menatap diriku. Ya, dia menatapku cukup lama kata mereka.
         “Hei! Kudengar gadis itu menatapku. Apakah itu benar?”
         “Ya, tadi aku melihatnya menatapmu. Entah kesambet apa gadis itu menatapmu”
         “Haaa?! Mana mungkin dia menatapku? Kamu kan tahu sendiri bahwa dia selalu terdiam hening layaknya patung hidup. Bahkan walaupun bapak ibu guru datang dia tetap saja diam tanpa satu kata pun”
         “Benar juga sih, tapi jujur ini benar-benar hal yang tidak wajar dan sangat aneh.”
         Semenjak kejadian itu, aku mulai penasaran dengannya. Kucoba memberanikan diri dengan menyentuh pundaknya, namun dia tidak menoleh. Kucoba lagi hari-hari berikutnya, masih saja tidak menoleh. Aku benar-benar gila dibuatnya.
         “Wah, bisa gila aku kalau begini caranya”
         “Ha? Memangnya kamu kenapa?”
         “Kamu pasti tahu, siapa lagi yang bisa membuatku gila kalau bukan karena si gadis pendiam itu? Gerah rasanya”
         “Hahahaha, coba kau dekati dia lagi”
         “Bagaimana kalau kamu saja deh? Sudah bosan diri ini”
         “Ngga deh terima kasih, kamu saja. Sudah banyak sekali masalah yang kuhadapi. Mau tambah satu masalah lagi. Hadeh.”
         Benar-benar menyesal diri ini menatapnya kala itu. Bagaimana mungkin dia tiba-tiba menatap aku. Sudah dua bulan lamanya diri ini terperangkap oleh tatapannya. Tapi masih saja bayangan itu tak kunjung hilang. Andai saja aku miliki alat pemundur waktu. Pasti sudahku mundurkan waktu ini.
        Keputusanku sudah bulat. Hari ini akanku buat menyadari keberadaanku. Di saat waktu istirahat tiba, aku mulai melakukan aksiku.
         “Inilah aku, orang yang kau buat gila kepayang” kataku terhadap gadis itu. Dia menorehkan wajahnya kepadaku. Dia masih saja terdiam. “Hai! Inilah aku yang selalu kau hiraukan. Bisakah kamu menjawabku?” Kataku lagi dengan kesal.
         “Apa yang kamu katakan? Bukankah seharusnya aku yang berkata begitu?”
         “Ha? Kenapa bisa kamu? Justru akulah yang seharusnya berkata begitu”
         “Aku adalah kamu. Kamu adalah aku. Kenapa kamu masih tidak menyadarinya?”
         Ku terdiam sejenak. “Bagaimana mungkin bisa begitu?!” ku membatin. Lalu ketika aku hendak menjawabnya, dia menghilang. Saat itulah aku sadar bahwa dia benar-benar adalah aku. Dia yang membuat aku terpuruk, yang membuat hati ku kacau, semua itu adalah aku. Dia adalah aku, halusinasi yang telah kuciptakan.
Tidak ada komentar

Tidak ada komentar :

Posting Komentar